![]() |
Foto: Istimewa |
Kondisi ini tidak hanya menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat, tetapi juga mengabaikan standar kualitas dan keamanan layanan bagi pelanggan. Oleh karena itu, berbagai elemen masyarakat mendesak aparat penegak hukum, termasuk Pemerintah Daerah dan Kepolisian, untuk segera mengambil tindakan tegas. Penertiban dan penegakan aturan sangat diperlukan untuk melindungi konsumen dan menjaga iklim industri telekomunikasi yang sehat di Sukabumi.
Dasar hukum
Pertama, Melanggar Pasal 11 Undang-Undang Cipta Kerja di Indonesia, hanya penyelenggara telekomunikasilah yang bisa menyalurkan akses jaringan internet ke pelanggan. Penyelenggara telekomunikasi sendiri dapat merupakan perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, atau instansi pertahanan keamanan negara.
Sebelum penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilaksanakan, penyelenggara telekomunikasi harus terlebih dahulu memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat, yang mana dalam hal ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Hal tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 11 dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Adapun Pasal 11 ayat (1) berbunyi, "penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat".
Bila melanggar Pasal 11 ayat (1), pihak yang bersangkutan akan dikenai hukuman yang diatur dalam UU Cipta Kerja Pasal 47, berbunyi:
"Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.50O.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)". Red
Tags
Telekomunikasi